Jangan Pernah Lengah! Pelajaran dari Bencana 2018 Terus Digaungkan

View this post on Instagram
DI bawah tenda putih di tepi halaman Kantor Wali Kota Palu, Wali Kota Hadianto Rasyid dan Duta Besar Swiss untuk Indonesia, Olivier Zehndar, duduk berdampingan. Pagi Kamis (15/5/2025) itu, hiruk pikuk sirene mobil pemadam kebakaran dan ambulans yang saling bersahutan memecah keheningan.
Dari dalam truk, sejumlah personel Badan Nasional Pencarian dan Pertolongan (Basarnas) bergerak cepat. Mereka melompat turun dan menurunkan berbagai peralatan evakuasi. Sementara itu, anggota tim lainnya dengan sigap menuju lantai dua kantor wali kota, tempat seorang warga terlihat melambai-lambai, suaranya parau memohon pertolongan karena terjebak di tengah kepungan asap yang mulai membubung.
Tak berselang lama, personel TNI dan Polri tiba di lokasi. Mereka segera mengambil posisi strategis, mengidentifikasi jalur-jalur evakuasi yang aman. Dengan cekatan, tenda darurat didirikan oleh relawan Taruna Siaga Bencana (Tagana), dan Palang Merah Indonesia (PMI) pun menyiapkan tenda pertolongan pertama.
Suara Handy-Talky tak henti-hentinya terdengar di antara para penyelamat, mengalirkan koordinasi tindakan yang harus segera dilaksanakan. Semua orang bergerak cepat, fokus sepenuhnya pada upaya penyelamatan dan pertolongan pasca-gempa bumi berkekuatan 6,2 Skala Richter yang dinyatakan tidak berpotensi tsunami.
Seorang korban dengan luka berlumuran darah tampak ditandu oleh tim gabungan TNI, Polri, dan petugas pemadam kebakaran. Di sisi lain, relawan PMI dengan hati-hati memindahkan korban dari tandu ke dalam ambulans untuk mendapatkan perawatan medis lebih lanjut.
Sebuah tali tampak menjulur dari lantai dua gedung, saat personel Basarnas menurunkan seorang korban yang terbaring di atas tandu.
Dalam suasana yang penuh ketegangan, sebuah gambaran kesiapsiagaan bencana terbentang di hadapan mata. Mereka sedang menguji kemampuan diri dalam menghadapi skenario terburuk, jika sewaktu-waktu bencana yang tak terduga itu benar-benar datang tanpa peringatan.
Dari kejauhan, senyum puas terpancar dari wajah Wali Kota Palu menyaksikan kesigapan aparat dan para relawan dalam menghadapi simulasi bencana tersebut. Sang Duta Besar Swiss pun mengangguk setuju, bahkan menyampaikan apresiasinya.
Menurutnya, sebagai wilayah yang berada di jalur Cincin Api Pasifik, Kota Palu harus senantiasa berada dalam kondisi siap siaga menghadapi segala kemungkinan terburuk. Kegiatan simulasi seperti ini perlu dilakukan secara berkala untuk meningkatkan ketanggapan dalam menghadapi situasi darurat yang tak terduga.
Pengalaman pahit dari bencana 28 September 2018, ketika gempa bumi, tsunami, dan likuefaksi menghancurkan kota ini, menjadi pelajaran berharga dan momentum refleksi bagi semua pihak. Kesiapsiagaan adalah kunci utama, dan kegiatan simulasi ini merupakan cara terbaik untuk memastikan bahwa Kota Palu tidak lengah dalam menghadapi ancaman alam.
Melalui latihan ini, Pemerintah Kota Palu memiliki harapan besar untuk terus membangun budaya sadar bencana di tengah masyarakat, serta memperkuat sinergi antar berbagai sektor dalam mewujudkan kota yang tangguh menghadapi bencana.
Naskah dan Foto: Basri Marzuki